Jika Anda
mengunjungi Kabupaten Natuna, maka Anda bisa menikmati Kesenian Tradisional
Mendu yang dimainkan secara kolosal selama tujuh malam.
Permainan ini
pada saat itu menggunakan syeh-syeh orang kayangan, dimana syeh-syeh tersebut
dibangkitkan atau dipanggil oleh orang Kaya Maddun sebagai seorang bangsawan.
Karena bermain dengan syeh atau orang halus maka orang-orang itu atau
masyarakat sangat tertarik melihat dan mendengar alat musik dan nyanyian mendu
tersebut.
Panggung dibuat
dengan sangat sederhana hanya menggunakan atap daun sagu dan batasan kiri dan
kanannya terbuat dari daun kelapa, bunga daun gading dan daun pinang.
Kesemuanya di hias di sekitar tempat bermain. Anyaman ketupat digantung pada
setiap tempat, terutama tempat duduk Dewa Mendu berlandun memberi titah dan
sebagainya.
Cerita Mendu
menurut yang tertulis dalam kamus WJS. Poerwadinata edisi tahun 1976 adalah
semacam sandiwara yang mengisahkan tentang raja-raja di sebuah kerajaan
Antapura, Langkadura dan Astasina. Teater tradisonal Mendu ini yang pemainnya
dimainkan pada malam hari.(Man/Berbagai sumber)
Kesenian Mendu ini menceritakan
bahwa di dalam suatu kerajaan Antapura yang dipimpin oleh seorang Raja
Langkadura namanya, ia mempunyai seorang putri yang pada waktu itu terkenal
dengan kecantikannya bernama Siti Mahdewi.
Karena
kecantikannya hingga terdengar oleh Raja Laksmalik, dan Raja tersebutpun
berniat untuk meminang si Putri Siti Mahdewi tersebut.
Dan pinangannya
tersebut di tolak oleh ayahnda putri Siti Mahdewi. Dan Raja Laksmalikpun marah
besar karena pinangannya ditolak oleh ayahanda Putri Siti Mahdewi tersebut,
maka di sihirnyalah Putri Siti Mahdewi menjadi seekor gajah putih.
Dan oleh
ayahanda-nya gajah putih tersebut dibuangnlah kehutan belantara. Tak lama
kemudian turunlah dari kayangan adik Dewa Mendu yang bernama Angkara Dewa dan
kemudian menyusullah Dewa Mendu.
Setelah sekian
lama mereka turun ke bumi dan bertemu dengan gajah putih tersebut, dalam
perjalanan yang panjang berhasillah si Angkara Dewa merubah gajah putih
tersebut menjadi wujud aslinya yaitu seorang putri yang cantik tak lain dan tak
bukan ialah putri Siti Mahdewi.
Karena
kecantikannya yang sangat memikat, Angkara Dewa dan Dewa Mendu pun berselisih
paham untuk memiliki Putri Siti Mahdewi. Akhir dari cerita ini sang adikpun
mengalah dan Putri Siti Mahdewipun di persuntingkan oleh sang kakak yaitu Dewa
Mendu.
( Sumber : Buku
Disporabudpar Kabupaten Natuna edisi 1 & 2 tahun 2009 )
Dan permainan
mendu ini selalu menjadi tontonan yang menarik bagi masyarakat Natuna
sendiri, karena merupakan teater rakyat yang sangat menghibur dan selalu
menarik untuk di nikmati.
Baru-baru ini
pemerintah Natuna mengadakan pertunjukan Mendu di Kota Ranai untuk
menghibur sekaligus melestarikan permainan Mendu ini agar tidak punah di telan
zaman. Dan pertunjukan Mendu ini mendapat sambutan yang sangat antusias dari
masyarakat sekitar.
Hanya satu
harapan yang ada dibenak saya, semoga permainan Mendu tetap menjadi sebuah
teater masarakat Natuna dan masih bisa dinikmati dan di mainkan oleh generasi
muda Natuna sampai kapanpun.
PERMAINAN GASING NATUNA
Gasing merupakan salah satu jenis permainan rakyat yang ada
di Kabupaten Natuna, jenis permainan gasing ini mulai ditemukan sejak jaman
sebelum penjajahan Belanda di Indonesia.
Menurut informasi dari penggemar
permainan ini, permainan gasing di wilayah Pulau Tujuh kini Kabupaten Natuna,
telah ada sejak jaman penjajah Belanda. Bahkan diperkirakan jauh sebelum masa
itu permainan gasing, telah ada.
Biasanya pemainan pertandingan pangkak (adu) gasing sering
di adakan pada saat pelaksanaan Even Natuna Art Festival. Permainan ini
merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan di Kabupaten Natuna bertepatan hari
jadi Kabupaten Natuna yaitu pada setiap bulan Oktober.
Permainan gasing biasanya dimainkan oleh anak-anak sampai
orang dewasa. Keakraban dan kekeluargaan sangat terasa, meskipun dalam keadaan
bertanding.
Sebelum pertandingan berlangsung biasanya para para
petanding pergi beramu, mencari kayu untuk membuat gasing kehutan. Kayu yang
biasa di pakai untuk membuat gasing ini seperti kayu pelawan, kayu gemeris dan
kayu mentigi, biasanya dipilih bagian tengah dari kayu tersebut karena dinilai
lebih kuat.
Selanjutnya kayu itu dipotong dengan ukuran panjang sekitar
20-30 cm, dan dijadikan balan, kemudian balan itu di larik (dibubut)
menggunakan alat manualyang di sebut perindu, hingga menjadi 2-3 buah gasing
tandin, nahan, maupun pangkak.
Kemudian proses pertandingan di mulai dan dari berhitung di lanjutkan dengan memutar gasing tandin menggunakan bantuan tiang amban (tiang untuk lempar gasing tendin). Sampai di tanai gasing tersebut langsung disekop dengan menggunakan bahan kayu atau triplek tipis kemudian di letakkan di atas kaca.
Kemudian proses pertandingan di mulai dan dari berhitung di lanjutkan dengan memutar gasing tandin menggunakan bantuan tiang amban (tiang untuk lempar gasing tendin). Sampai di tanai gasing tersebut langsung disekop dengan menggunakan bahan kayu atau triplek tipis kemudian di letakkan di atas kaca.
Permainan gasing merupakan permainan yang digemari dan
selalu di tunggu oleh masyarakat Natuna. Karena permainan tersebut memberikan
hiburan tersendiri bagi masyarakat setempat.